Jumat, 04 November 2011

Mozaik yang Hilang dalam Film Harry Potter and the Half-Blood Prince

Bagi para pecinta buku, mendapati bahwa buku favorit mereka difilmkan tentu sangat menggembirakan. Terlebih lagi bagi para penggemar novel Harry Potter, pembuatan film Harry Potter menjadi hal yang paling ditunggu-tunggu. Setelah sukses dengan novel yang mencapai 7 seri, tentu kekaguman akan tokoh Harry Potter semakin menjadi-jadi. Membayangkan Harry Potter yang bersekolah di Hogwarts dengan berbagai pelajaran sihir yang harus diikuti sepanjang tahun, keangkeran hutan terlarang beserta isinya, serta keberadaan dunia sihir yang secara apik terpisah dari dunia muggle tentu menyodorkan daya tarik tersendiri bagi setiap pembaca.
Pastinya, daya tarik Harry Potter dalam buku akan menjadi magnet tersendiri bagi setiap pecinta Harry Potter untuk melahap habis tiap novel Harry Potter yang difilmkan. Hal ini tidak bisa ditampik mengingat penggambaran Harry Potter yang begitu sempurna di buku sudah pasti mengundang ketertarikan setiap orang untuk menyaksikan langsung setiap aksi sihir Harry potter yang divisualisasikan dalam bentuk film.
Sampai saat ini, sudah ada 7 film Harry Potter yang dirilis. Semua film tersebut meraih sukses besar di pasaran. Khusus untuk film Harry Potter and The Half Blood Prince, kesuksesan yang diraih, sayangnya, tidak dibarengi dengan kepuasan para pecinta harry potter terhadap film tersebut, yang menurut banyak pihak sangat jauh berbeda dengan novel aslinya. Menurut penulis, kekuatan novel Harry Potter terletak pada detail-detail peristiwa yang diatur secara apik dan begitu teliti yang kemudian membentuk batang cerita yang sangat kuat dengan tetap mempertahankan unsur kegelapan di dalamnya.  Hilangnya detail-detail ini dalam film akhirnya menghasilkan film yang begitu dangkal dan gagal  menghasilkan efek yang dramatis seperti yang akan didapati setiap pembaca ketika mereka membaca novel Harry Potter
and the Half-Blood Prince. Beberapa detail yang hilang dalam film Harry Potter and the Half-Blood Prince adalah sebagai berikut :
  • Ketika Menteri Sihir yang baru (Rufus Scrimgeour) memperingatkan Perdana Menteri muggle, akan gangguan yang disebabkan ulah pelahap maut, yang menyebabkan ambruknya Jembatan Brockdale, pohon-pohon tumbang serta luka-luka mengerikan, terbunuhnya Amelia Bones dan Emmeline Vance secara misterius.
  • Kelas kursus apparation untuk siswa kelas 6, merupakan salah satu bagian penting dalam novel Harry Potter and the Half-Blood Prince yang tidak ditampilkan dalam filmnya. Padahal bagian ini menjadi jembatan untuk cerita di novel HP 7, dimana Harry, Ron, dan Hermione ber-Apparate dan Disapparate, untuk berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain, agar jejak mereka tak terlacak pangeran kegelapan.
  • Memori-memori tentang Voldemort ketika ia berburu benda untuk dijadikan Horcrux, yang dikumpulkan Prof. Dumbledore. Seperti memori Morfin, Hokey, dan Bob Ogden.
  • Adegan pertempuran antara Bill Weasley dengan Fenrir Greyback tidak ada di film, padahal pertempuran tersebut mengakibatkan Bill menjadi manusia setengah serigala, karena gigitan Fenrir. Namun, meskipun keadaan Bill seperti itu, Fleur Delecour tetap mau menikah dengannya.
  • Adegan pertempuran antara siswa dan Pelahap Maut di Hogwarts, disertai beberapa anggota Order of Phoenix, tidak ada di film. Padahal, bagian ini sangat penting, karena merupakan klimaks dari cerita.
  • Pemakaman prof. Dumbledore di pinggir danau pun tidak ditampilkan di film. Padahal bagian ini juga penting, dalam buku digambarkan, pada saat pemakaman, para petinggi kementerian banyak yang datang. Selain itu, prosesi pemakaman menjadi semakin sendu dengan lantunan lagu kehilangan dari para duyung.

Selain penghapusan detail-detail tersebut, dalam film Harry Potter and the Half-Blood Prince juga terdapat banyak adegan yang diubah dan ditambah-tambah, yang akhirnya malah memperburuk alur cerita, seperti:
  • Dumbledore yang bertemu Harry di stasiun kereta, padahal dalam novel, Dumbledore bertemu Harry dikediaman keluarga Dursley di Privet Drive.
  • Adegan Bellatrix menghancurkan rumah keluarga Weasley. Kesannya sangat berlebih-lebihan, padahal sebenarnya adegan ini tidak ada dalam novel.
  • Terjadi edit cerita pada bagian Felix Felicis (ramuan keberuntungan). Seharusnya Harry hanya minum sebagian dan sebagian lagi untuk teman-temannya saat pertempuran di Hogwarts.
  • Saat Dumbledore dibunuh, seharusnya Harry diberi mantra kaku di bawah jubah gaibnya, bukannya diam terpaku di bawah gedung astronomi seakan-akan kurang berani bertindak.
  • Riwayat Voldemort kurang jelas, berbeda dengan novelnya. Dalam novel, detail mengenai keluarga Marvolo Gaunt, yang terdiri dari seorang anak laki-laki, Morfin, dan seorang anak perempuan, Merope adalah Gaunt terakhir, keluarga penyihir yang sangat kuno, yang terkenal tidak stabil. Mereka adalah kakek, paman, dan ibu Voldemort. Merope, ibu Voldemort, menikah dengan pria muggle. Dengan kata lain Voldemort berdarah campuran, namun ia sangat membenci darah campuran.
  • Bagian terpenting yang tidak ditampilkan dalam film adalah misteri Buku Pembuatan–Ramuan Tingkat Lanjut milik Half-Blood Prince (Pangeran Berdarah Campuran). Padahal bagian ini yang seharusnya menjadi nyawa cerita film Harry Potter and the Half-Blood Prince, ini justru menjadi bagian yang tidak dibahas.
  • Banyaknya adegan tidak penting seperti kisah cinta Ron dan Lavender yang justru membuat film ini bertele-tele. Seharusnya, cerita di film Harry Potter and the Half-Blood Prince ini fokus pada Harry dan Dumbledore yang berburu Horcrux.
Kisah dalam film Harry Potter and the Half-Blood Prince dengan durasi yang panjang (153 menit) terasa kehilangan daya magisnya dikarenakan  terlalu banyaknya adegan drama serta terlewatnya hal-hal penting di buku yang tidak banyak divisualisasikan di dalam film. Ditambah lagi, banyaknya peran-peran yang "sekedar" numpang lewat padahal di dalam novel mereka memiliki peranan yang sangat penting yang mempengaruhi alur cerita secara keseluruhan.  Contohnya pada tokoh  Greyback yang cuma memampang wajah sangarnya saja, padahal dia mempunyai peranan penting kenapa Lupin bisa menjadi manusia serigala, serta Bill menjadi manusia setengah serigala.
Walaupun demikian, film Harry Potter and the Half-Blood Prince tetap memiliki nilai plus dalam beberapa hal, seperti pesan moral yang disampaikan Dumbledore kepada  Harry ketika mereka berada di Menara Astronomi bahwa ‘orang yang baik itu adalah orang yang bisa melihat dan menerima segala sesuatu apa adanya.’  Selain itu   ucapan Harry kepada Prof. Slughorn untuk berani berkata jujur memberi pesan moral tentang bagaimana seharusnya kita berani bertanggung jawab atas apa yang telah kita lakukan.  Di samping pesan-pesan moral tersebut, dari segi visualisasi dan artistik, terutama adegan terakhir ketika Dumbledore melawan para inferi dengan sihir api, sangat menarik karena mampu membangkitkan ketegangan para penonton. Akhirnya, pelajaran berharga yang dapat dipetik adalah bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Tidak ada sesuatu yang benar-benar buruk ataupun benar-benar baik. Semuanya saling terikat. Baik dan buruk itu berjalan beriringan, yang nantinya membentuk sinkronisasi dan menghasilkan ‘rasa’ yang sesungguhnya dari setiap keberadaan.
READ MORE - Mozaik yang Hilang dalam Film Harry Potter and the Half-Blood Prince

ANALISIS PUISI TEMA PERJUANGAN

 
DIPONEGORO
Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

(Februari 1943)
Budaya, Th III, No. 8, Agustus 1954

Makna Esensial : Puisi Diponegoro menggambarkan perjuangan dimasa pembangunan, dimana jiwa Diponegoro hidup kembali dalam diri para pejuang, yaitu jiwa keberanian untuk melawan penjajah. Sehingga, biarpun “Lawan banyaknya seratus kali” dan meskipun hanya bersenjatakan “Pedang di kanan, keris di kiri”, tetapi dengan “Berselempang semangat yang tidak bisa mati” mereka tetap “maju”, meskipun “Ini barisan tak bergenderang berpalu”, tetapi “kepercayaan tanda menyerbu” untuk mengusir penjajah, yang meskipun mungkin mereka (pejuang) harus mati tetapi telah berhasil memberi arti pada hidup ini, bahwa hidup adalah perjuangan.
Kata Kunci     : Kata kunci dalam puisi Diponegoro yaitu ‘tuan’ karena diulang dua kali, yaitu pada bait pertama dan bait kedua. Kata ‘tuan’ pada bait pertama menggambarkan adanya generasi baru yang memiliki semangat berkobar, layaknya Diponegoro. Bait kedua menggambarkan, Diponegoro memimpin pasukan dengan semangat yang tak pernah mati.
Kata Inti         : Kata inti pada puisi Diponegoro terdapat pada kata ‘semangat’, ‘maju’, ‘serbu’, ‘serang’, dan ‘terjang’.
                     Kata ‘semangat’ dalam puisi di atas artinya menggambarkan kemauan yang kuat untuk menggapai kemerdekaan. Kata ‘serbu’, ‘serang’, dan ‘terjang’ menggambarkan aba-aba bagi mereka yang berada di medan perang untuk mulai berperang.


KARAWANG BEKASI
Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi


Makna            : Puisi Karawang-Bekasi merupakan puisi yang dibuat pada tahun 1946 oleh Chairi Anwar setelah ia mendapatkan inspirasi dari kejadian di antara kota Karawang dan Bekasi. Puisi ini menceritakan perjuangan para pejuang bangsa dalam menghadapi musuh dan menjaga tokoh negara. Banyak pejuang yang gugur dalam usaha menciptakan perdamaian dan upaya memperoleh kemerdekaan.  Puisi ini merupakan suara jiwa pahlawan dengan semangat kepahlawanannya yang gugur di medan laga. Semangat yang menggelorakan semangat para pejuang  demi membela dan mewujudkan kemerdekaan. Hal itu dapat dilihat dari kata : “Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi”. Kata “Merdeka” dan angkat senjata lagi mempunyai pengertian sebuah penjuangan untuk kebebasan mengatur negerinya sendiri. Salah satunya cara untuk mencapai cita-cita tersebut adalah dengan angkat senjata yaitu dengan jalan “Perang”. Pada kalimat lain nampak jelas kalau tema yang diangkat pada “Krawang-Bekasi” adalah sebuah perjuangan yaitu pada kalimat :” Teruskan, teruskan jiwa kami”, pada kalimat itu perjuangan harus dilanjukan meskipun banyak korban yang berjatuhan. Sedang yang dimaksud dengan “jiwa kami” adalah semangat dari para pendahulu yang telah gugur di medan perang supaya dapat dilanjutkan oleh generasi yang akan datang.


PRAJURIT JAGA MALAM
Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

1948

Siasat,
Th III, No. 96
1949


Makna Esensial : Makna yang terkandung dalam puisi Prajurit Jaga Malam yaitu menggambarkan keberanian prajurit dalam berjaga malam. “aku tidak tahu apa nasib waktu”. Maksudnya mereka tidak dapat menerka apa yang akan mereka hadapi, entah ancaman apa yang mengintai mereka ketika berjaga malam, hanya dengan bermodalkan rasa percaya bahwa suatu saat nanti mereka pasti merdeka, seperti terlihat pada baris “mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian”, itulah yang membuat mereka mampu bertahan melewati malam-malam yang suram.
Kata Kunci        : Kata kunci dalam puisi Prajurit Jaga Malam yaitu ‘aku’ karena diulang sebanyak empat kali. Kata ‘aku’ pada baris pertama dan terakhir mewakili prajurit yang berjaga malam. Sementara kata ‘aku’ pada baris ke-7 dan ke-8 mewakili sang penulis, bahwa ia kagum pada para prajurit yang melakukan jaga malam tanpa gentar, meskipun nyawa taruhannya.
Kata Inti            : Kata inti pada puisi Prajurit Jaga Malam terdapat pada kata ‘kemerdekaan’, ‘kepastian’, ‘menjaga’, dan ‘nasib waktu’. Rangkaian kata tersebut cukup mewakili puisi Prajurit Jaga Malam, demi mewujudkan mimpi-mimpinya bahwa mereka pasti merdeka, mereka pun dengan tangguh menjaga daerahnya pada malam hari sekalipun, meskipun mereka tak tahu nasib waktu, asalkan mereka telah berusaha.


DOA SEORANG SERDADU SEBELUM BERPERANG
Oleh :
W.S. Rendra
  
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
 
 
Mimbar Indonesia
Th. XIV, No. 25
18 Juni 1960


Makna Esensial : Makna yang terkandung dalam Puisi Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang yaitu menggambarkan permohonan ijin seorang serdadu kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk membunuh penjajah di medan peperangan demi mewujudkan kemerdekaan, karena ia tak tega melihat betapa tragisnya nasib orang-orang yang berperang, seperti terlihat di baris kelima, enam, tujuh, dan delapan:
                     anak menangis kehilangan bapa/ tanah sepi kehilangan lelakinya/ bukannya benih yang disebar di bumi subur ini/ tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia.
Kata Kunci     : Kata kunci dalam puisi Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang yaitu ‘Tuhan’, karena diulang sebanyak tiga kali, serta menjadi sentral dari puisi, karena seperti yang kita ketahui, satu-satunya tempat kita berdoa adalah Tuhan Yang Maha Esa.
Kata Inti         : Kata inti pada puisi Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang terdapat pada kata ‘terbakar’, ‘menangis’, ‘sepi’, ‘dosa’, ‘mesiu’, ‘membunuh’, ‘menusukkan’, dan ‘terjajah’. Rangkaian kata-kata ini, menggambarkan kronologi kejadian dalam puisi tersebut, yaitu berawal dengan rasa iba Sang Serdadu, melihat realita di sekitarnya bahwa kota-kotanya telah terbakar, anak-anak menangis kehilangan bapaknya, sepi. Sehingga ia memohon kepada Tuhan agar diijinkan untuk membunuh, menusukkan sangkurnya, demi membela negerinya yang terjajah.



GUGUR
 Oleh :
W.S. Rendra
 
 
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
 
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
 
Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
 
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
" Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang."
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
 
Orang tua itu kembali berkata :
"Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah di sini!"
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya


Makna Esensial : Puisi Gugur menggambarkan seorang pejuang yang sedang dalam keadaan sekarat. Ia sangat tangguh, meskipun luka-luka di badannya, ia tak ingin dibopong menuju kota kesayangannya, Ambarawa, meskipun oleh anaknya sendiri. Ia terus merangkak menuju kota kesayangannya, namun maut menjeratnya sebelum ia sampai di kota Ambarawa. Sebelum meninggal ia berkata “yang berasal dari tanah kembali rebah pada tanah”, maksudnya yaitu kita tidak boleh sombong, karena pada hakikatnya kita semua sama, sama-sama berasal dari tanah.
Kata Kunci     : Kata kunci dalam puisi Gugur yaitu ‘ia’ karena diulang sebanyak 11 kali. Kata ‘ia’ menggambarkan seorang perwira yang berusia senja, namun tetap semangat dan pantang menyerah demi tanah air Indonesia.
Kata Inti         : Kata kunci pada puisi Gugur terdapat pada kata ‘merangkak’, ‘maut’, ‘menutup matanya’. Ketiga kata tersebut, menggambarkan kronologi kisah dalam puisi Gugur, dimana Sang Perwira dalam keadaan sekarat dan ia terus merangkak menuju Ambarawa, walau maut menghadangnya.




READ MORE - ANALISIS PUISI TEMA PERJUANGAN

Fungsi Pendidikan di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Pendidikan atau tarbiyah berasal dari kata rabaa-yarbuu-riban wa rabwah yang berarti berkembang, tumbuh, dan subur. Dalam Al Quran, kata rabwah berarti bukit-bukit yang tanahnya subur untuk tanam-tanaman. Sedangkan kata riba mengandung makna yang sama. Dengan pengertian ini jelas bahwa mendidik atau rabba bukan berarti mengganti (tabdiil) dan bukan pula berarti merubah (taghyiir). Melainkan menumbuhkan, mengembangkan dan menyuburkan, atau lebih tepat ‘mengkondisikan’ sifat-sifat dasar (fitrah) seorang anak yang ada sejak awal penciptaannya agar dapat tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Jika tidak, maka fitrah yang ada dalam diri seseorang akan terkontaminasi oleh ‘kuman-kuman’ kehidupan.
Seperti, dengan kemajuan teknologi komunikasi maka berbagai informasi dan hiburan dapat diterima dari seluruh dunia langsung ke setiap rumah tangga dengan bebasnya. Seperti diketahui pengaruhnya terhadap anak-anak sangat besar, utamanya pengaruh film, sinetron, dan video klip.
Oleh karena itu, dalam hal ini pendidikanlah yang memiliki andil yang cukup besar dalam mengkondisikan fitrah anak didik agar tumbuh subur dan berkembang dengan baik.
Pada hakekatnya fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. (Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2003). Siswa sebagai subjek belajar, memiliki potensi dan karakteristik unik, sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Kemampuan dan kesungguhan siswa merespon pengetahuan, nilai dan ketrampilan mempunyai andil yang besar dalam keberhasilan belajar.

1.2.  Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.2.1             Menambah ilmu pengetahuan khususnya mengenai fungsi pendidikan di Indonesia.
1.2.2             Menyampaikan informasi kepada pembaca tentang fungsi pendidikan di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN


Fungsi pendidikan pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu dilihat secara mikro dan makro.
Dilihat secara mikro, pendidikan berfungsi untuk mendewasakan manusia yang belum dewasa, agar kepribadian dan kemampuannya berkembang secara serasi, baik segi jasmani maupun rokhani, sebagai makhluk individu maupun social, dan sebagai makhluk dunia maupun akhirat.
Dilihat secara makro, pendidikan harus dapat membentuk dan membina masyarakat luas (bangsa) agar dapat hidup makmur, bahagia dan sejahtera, aman dan damai.
Dalam hubungannya dengan struktur pendidikan nasional, sebagai susunan perangkat fungsi dan lembaga pendidikan, setiap jenis dan jenjang pendidikan mempunyai fungsi yang berbeda-beda, antara lain yang akan dijelaskan di sini adalah :

2.1              Fungsi Pendidikan Dasar
Fungsi pendidikan dasar adalah memberikan bekal dasar pengembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Pendidikan dasar ini juga berfungsi mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Oleh karena itu tiap-tiap warga Negara diwajibkan menempuh pendidikan yang sekurang-kurangnya dapat membekali dirinyadengan sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar.

2.2              Fungsi Pendidikan Menengah Umum
Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingakat akhir masa pendidikan.
Fungsi pendidikan menengah umum adalah mempersiapkan pelajar untuk mengikuti pendidikan tinggi. Namun dengan adanya penyempurnaan Kurikulum 1984 yang terdiri dari program inti dan program khusus (pilihan) fungsi pendidikan menengah umum juga menyiapkan pelajaran untuk terjun ke dunia kerja di masyarakat.

2.3              Fungsi Pendidikan Menengah Kejuruan
Fungsi pendidikan menengah kejuruan adalah mempersiapkan pelajarnya untuk memasuki lapangan kerja sesuai dengan pendidikan kejuruan yang diikutinya. Kecuali itu fungsi pendidikan menengah kejuruan adalah untuk mengikuti pendidikan keprofesian pada lembaga pendidikan tingkat tinggi. Misalnya Akademi, Sekolah Tinggi, Diploma, Politeknik, dan sebagainya.

2.4              Fungsi Pendidikan Tinggi
Fungsi pendidikan tingkat tinggi diselenggarakan untuk tujuan yang majemuk. Pada satu pihak pendidikan tinggi harus ikut meneruskan, mengembangkan, dan melestarikan peradaban, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di lain pihak pendidikan tinggi harus pula ikut dalam pengembangan manusia Indonesia seutuhnya seperti yang telah digariskan oleh tujuan umum pendidikan nasional, sehingga ia harus mampu ikut serta dalam usaha penerusan, pengembangan dan pelestarian tersebut di atas dan dalam usaha pengolahan peradaban serta penerapan ilmu dan teknologi dalam rangka pembangunan dirinya sendiri, bangsa dan Negara serta umat manusia.
Untuk mencapai tujuan majemuk tersebut, lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misi “tri darmanya” yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat dalam ruang lingkup Indonesia sebagai satu kesatian wilayah pendidikan nasional.
Kecuali itu fungsi yang lain adalah sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional dengan perkembangan internasional.

2.5              Fungsi Pendidikan Guru
Pendidikan guru adalah bagian integral sistem pendidikan nasional dan merupakan usaha sadar dan berencana bagi pengadaan guru sebagai kunci dalam proses pelaksanaan pendidikan nasional. Guru sebagai pelaksana langsung dalam proses pendidikan mempunyai peranan  yang sangat penting, sehinga harus mendapat perhatian khusus.
Masalah guru dan tenaga kependidikan lainnya, meliputi persoalan pengadaan, pengangkatan dan penyebaran, pembinaan jenjang karier status dan kesejahteraan, harus ditangani secara menyeluruh dan terkoordinasi. Untuk itu diperlukan kerja sama yang efektif antara unit-unit yang berhubungan dengan masalah-masalah tersebut, seperti lembaga-lembaga pengadaan, unit-unit yang mengangkat, unit-unit yang menempatkan dan unit yang membina karier dan profesi guru.
Jabatan guru merupakan jabata profesional, dan sebagai jabatan profesional, pemegangnya harus memnuhi kualifikasi tertentu.


2.6              Fungsi Pendidikan Khusus
Pendidikan khusus berfungsi khusus pula, yaitu menyiapkan tenaga untuk keperluan pelaksanaan tugas dan atau jabatan tertentu seperti tugas dan atau jabatan kedinasan. Pendidikan khusus terdiri dari pendidikan kedinasan, pendidikan khusus teknis, dan pendidikan khusus keagamaan.

2.7              Fungsi Pendidikan Kemasyarakatan
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, social, dan budaya), utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agara dapat dicapai tujuan pendidikan yang optimal. Penataan lingkungan pendidikan itu terutama dimaksudkan agar proses pendidikan dapat berkembang efisien dan efektif.
Pendidikan kemasyarakatan adalah usaha yang juga memberikan kemungkinan pengembangan sosial, kultural, keagamaan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keterampilan keahlian (profesi), yang dapat dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia untuk mengembangkan dirinya dan membangun masyarakatnya.
Masyarakat dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya jika setiap individu belajar berbagai hal, baik pola-pola tingkah laku umum maupun perana yang berbeda-beda. Untuk itu proses pendidikan harus berfungsi untuk mengajarakan tingkah laku umum dan untuk menyeleksi/mempersiapkan individu untuk peranan-peranan tertentu. Sehubungan dengan fungsi yang kedua ini pendidikan bertugas untuk mengajarkan berbagai macam keterampilan dan keahlian.Meslipi

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia mengemban fungsi yang mencakup tiga aspek yaitu:
·           Aspek nasional: pendidikan di Indonesia mengemban fungsi pembinaan mental Pancasila, pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa serta pembinaan ketahanan nasional.
·           Aspek sosial budaya: pendidikan di Indonesia mengemban fungsi pembinaan kebudayaan nasional, hak-hak azasi manusia, hidup berdemokrasi dan rule of law.
·           Aspek pembangunan dan modernisasi: pendidikan di Indonesia mengemban fungsi pembinaan sikap rasional, efisiensi dan produktivitas serta pembinaan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Selain itu, pendidikan mempunyai fungsi untuk mengadakan perubahan sosial, seperti :
·           Melakukan reproduksi budaya,
·           Difusi budaya,
·           Mengembangkan analisis kultural terhadap kelembagaan-kelembagaan tradisional,
·           Melakukan perubahan-perubahan atau modifikasi tingkat ekonomi sosial tradisional, dan
·           Melakukan perubahan-perubahan yang lebih mendasar terhadap institusi-institusi tradisional yang telah ketinggalan.

Pada masa-masa proses industrialisasi dan modernisasi pendidikan telah mengajarkan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan baru, seperti orientasi ekonomi, orientasi kemandirian, mekanisme kompetisi sehat, sikap kerja keras, kesadaran akan kehidupan keluarga kecil, di mana nilai-nilai tersebut semuanya sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi sosial suatu bangsa. Usaha-usaha sekolah untuk mengajarkan sistem nilai dan perspektif ilmiah dan rasional sebagai lawan dari pandangan hidup lama. Dengan menggunakan cara-cara berpikir ilmiah, cara-cara analisis dan pertimbangan-pertimbangan rasional serta kemampuan evaluasi yang kritis orang akan cenderung berpikir objektif dan lebih berhasil dalam menguasai alam sekitarnya.
Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi sebagai difusi budaya (cultural diffission). Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial yang kemudian diambil tentu berdasarkan pada hasil budaya dan difusi budaya. Sekolah-sekolah tersebut bukan hanya menyebarkan penemuan-penemuan dan informasi-informasi baru tetapi juga menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai dan pandangan hidup baru yang semuanya itu dapat memberikan kemudahan-kemudahan serta memberikan dorongan bagi terjadinya perubahan sosial yang berkelanjutan.
Fungsi pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka meningkatkan kemampuan analisis kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru tentang cara berpikir manusia. Pendidikan dalam era abad modern telah berhasil menciptakan generasi baru dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak mudah menyerah pada situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap terhadap perubahan. Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan melepaskan diri dari ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain, terutama pada mereka yang berkuasa. Pendidikan ini terutama diarahkan untuk memperoleh kemerdekaan politik, sosial dan ekonomi, seperti yang diajukan oleh Paulo Friere. Dalam banyak negara terutama negara-negara yang sudah maju, pendidikan orang dewasa telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga masalah kemampuan kritis ini telah berlangsung dengan sangat intensif. Pendidikan semacam itu telah berhasil membuka mata masyarakat terutama didaerah pedesaan dalam penerapan teknologi maju dan penyebaran penemuan baru lainnya.
Pengaruh dan upaya pengembangan berpikir kritis dapat memberikan modifikasi (perubahan) hierarki sosial ekonomi. Oleh karena itu pengembangan berpikir kritis bukan saja efektif dalam pengembangan pribadi seperti sikap berpikir kritis, juga berpengaruh terhadap penghargaan masyarakat akan nilai-nilai manusiawi, perjuangan ke arah persamaan hak-hak baik politik, sosial maupun ekonomi. Bila dalam masyarakat tradisional lembaga-lembaga ekonomi dan sosial didominasi oleh kaum bangsawan dan golongan elite yang berkuasa, maka dengan semakin pesatnya proses modernisasi tatanan-tatanan sosial ekonomi dan politik tersebut diatur dengan pertimbangan dan penalaran-penalaran yang rasional. Oleh karena itu timbullah lembaga-lembaga ekonomi, sosial dan politik yang berasaskan keadilan, pemerataan dan persamaan. Adanya strata sosial dapat terjadi sepanjang diperoleh melalui cara-cara objektif dan keterbukaan, misalnya dalam bentuk mobilitas vertikal yang kompetitif.
Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasanpun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Dibawah ini dikemukakan beberapa batasan tentang pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya.
1. Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari suatu generasi ke generasi lainnya. Nilai-nilai kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada 3 bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggungjawab dan lain-lain, yang kurang cocok diperbaiki misalnya tata cara perkawinan, dan tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu ditabukan diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.


2. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai sutu kegiatan yang sistematis dan sitemik dan terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang belum dewasa, dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Yang terkhir disebut pendidikan diri sendiri.
3. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan warga Negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
4. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidkan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memilki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran.
5. Definisi Pendidikan Menurut GBHN
GBHN 1988 (BP 7 Pusat, 1990:105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: Pensisikan Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
Fungsi pendidikan pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu dilihat secara mikro dan makro. Dilihat secara mikro, pendidikan berfungsi untuk mendewasakan manusia yang belum dewasa, agar kepribadian dan kemampuannya berkembang secara serasi, baik segi jasmani maupun rohani. Dilihat secara makro, pendidikan harus dapat membentuk dan membina masyarakat luas (bangsa) agar dapat hidup makmur, bahagia dan sejahtera, aman dan damai.
Setiap jenis dan jenjang pendidikan mempunyai fungsi yang berbeda-beda, antara lain :
·         Fungsi pendidikan dasar adalah memberikan bekal dasar pengembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat.
·         Fungsi pendidikan menengah umum adalah mempersiapkan pelajar untuk mengikuti pendidikan tinggi. Namun dengan adanya penyempurnaan Kurikulum 1984 yang terdiri dari program inti dan program khusus (pilihan) fungsi pendidikan menengah umum juga menyiapkan pelajaran untuk terjun ke dunia kerja di masyarakat.
·         Fungsi pendidikan menengah kejuruan adalah mempersiapkan pelajarnya untuk memasuki lapangan kerja sesuai dengan pendidikan kejuruan yang diikutinya.
·         Fungsi pendidikan tingkat tinggi diselenggarakan untuk tujuan yang majemuk. Pada satu pihak pendidikan tinggi harus ikut meneruskan, mengembangkan, dan melestarikan peradaban, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di lain pihak pendidikan tinggi harus pula ikut dalam pengembangan manusia Indonesia seutuhnya seperti yang telah digariskan oleh tujuan umum pendidikan nasional.
·         Pendidikan guru adalah bagian integral sistem pendidikan nasional dan merupakan usaha sadar dan berencana bagi pengadaan guru sebagai kunci dalam proses pelaksanaan pendidikan nasional.
·         Pendidikan khusus berfungsi khusus pula, yaitu menyiapkan tenaga untuk keperluan pelaksanaan tugas dan jabatan tertentu seperti tugas dan jabatan kedinasan.
·         Pendidikan kemasyarakatan adalah usaha yang juga memberikan kemungkinan pengembangan sosial, ultural, keagamaan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keterampilan keahlian (profesi), yang dapat dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia untuk mengembangkan dirinya dan membangun masyarakatnya.
Pendidikan di Indonesia mengemban fungsi yang mencakup tiga aspek yaitu:
·           Aspek nasional: pendidikan di Indonesia mengemban fungsi pembinaan mental Pancasila, pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa serta pembinaan ketahanan nasional.
·           Aspek sosial budaya: pendidikan di Indonesia mengemban fungsi pembinaan kebudayaan nasional, hak-hak azasi manusia, hidup berdemokrasi dan rule of law.
·           Aspek pembangunan dan modernisasi: pendidikan di Indonesia mengemban fungsi pembinaan sikap rasional, efisiensi dan produktivitas serta pembinaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain itu, pendidikan mempunyai fungsi untuk mengadakan perubahan sosial, seperti :
·           Melakukan reproduksi budaya,
·           Difusi budaya,
·           Mengembangkan analisis kultural terhadap kelembagaan-kelembagaan tradisional,
·           Melakukan perubahan-perubahan atau modifikasi tingkat ekonomi sosial tradisional, dan
·           Melakukan perubahan-perubahan yang lebih mendasar terhadap institusi-institusi tradisional yang telah ketinggalan.
  

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Apa yang dimaksud fungsi pendidikan?apa saja fungsinya?. (http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090320185536AAFTN3W. Download tanggal 18 Desember 2009, pukul 11:14 Wita).
Ekosusilo, Madyo; dan Kasihadi, RB. 1990. Dasar-dasar Pendidikan. Semarang : Effhar Publishing.

Hartoto. 2009. Tujuan Pendidikan. (http://fatamorghana.wordpress.com/2009/04/12/tujuan-pendidikan/. Download tanggal 18 Desember 2009, pukul 11:25 Wita)
Supeni, Sri. 2009. Lampiran. (http://www.damandiri.or.id/file/srisupenikaptiunmuhsololampiran.pdf. Download tanggal 18 Desember 2009, pukul 11:17 Wita).
Tirtarahardja, Umar dan Sula, La. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
READ MORE - Fungsi Pendidikan di Indonesia