Selasa, 13 September 2011

Analisis Cerita Rakyat "Tanjung Menangis"


         Tanjung menangis merupakan nama tanjung yang berada di bagian timur pulau Sumbawa. Pada zaman dahulu, putri dari Datu Samawa terjangkit penyakit yang sangat aneh, tak ada seorang pun di seantero negeri Samawa yang dapat menyembuhkannya. Datu Samawa telah melakukan berbagai cara demi menyembuhkan putrinya. Dia telah berkunjung ke rekan-rekannya sesama pemimpin, yaitu kepada Datu Dompu dan  Datu Bima untuk mencari tabib sakti yang dapat menyembuhkan putrinya, namun hasilnya tetap nihil. Bertahun-tahun tuan putri mengidap penyakit aneh tersebut, namun belum ada orang ataupun tabib yang mampu menyembuhkannya.
Suatu hari, Datu Samawa membuat sayembara bagi seluruh orang di seantero negeri. Barang siapa yang mampu menyembuhkan tuan putri maka baginya akan diberikan hadiah. Apabila dia perempuan maka akan dijadikan sebagai anak angkat. Namun, apabila laki-laki, maka akan dijadikan menantu dan dinikahkan dengan tuan putri. Sayembara ini menyebar hingga ke pulau Sulawesi di seberang sana.
Telah banyak tabib yang mencoba mengikuti saymebara ini namun belum seorang pun yang berhasil menyembuhkan tuan putri. Suatu hari, datanglah seorang kakek tua renta ke kediaman Datu Samawa. Dia berasal dari negeri Ujung Pandang dan memperkenalkan dirinya dengan nama Daeng Ujung Pandang. Dia telah mendengar kabar tentang penyakit aneh yang diderita tuan putrid dan  ingin mencoba mengobati tuan putri bila Tuhan Yang Maha Kuasa mengijinkan. Dengan kuasa Allah Ta’ala, melalui tangan serta pengetahuan yang dimiliki Daeng Ujung Pandang, tuan putri pun sembuh seperti sedia kala.
Sesuai dengan janjinya, tibalah waktunya bagi Datu Samawa untuk membayar janji kepada Daeng Ujung Pandang yang telah menyembuhkan putrinya.  Seperti yang telah beliau janjikan, beliau harus menikahkan putri beliau dengan Daeng Ujung Pandang. Namun, karena melihat fisik  Daeng Ujung Pandang yang sudah tua renta dan bungkuk pula, Datu Samawa merasa tidak rela untuk menikahkan putrinya dengan Daeng Ujung Pandang. Datu Samawa akhirnya merubah hadiah dari sayembara. Daeng Ujung Pandang oleh Datu Samawa dipersilahkan untuk mengambil harta sebanyak-banyaknya, berapapun yang diinginkan olehnya, asalkan Daeng bersedia untuk tidak dinikahkan dengan tuan putri. Daeng Ujung Pandang merasa sangat terhina dengan sikap Datu. Beliau menolak untuk mengambil sepeser harta pun dari istana. Dengan hati teriris, ia pun pulang kembali ke Ujung Pandang menggunakan sampan kecil yang dilabuhkan di sebuah tanjung.
Putri Datu Samawa merasa iba melihat kekecewaan di mata Daeng Ujung Pandang, ia pun menyusul Daeng Ujung Pandang ke tanjung tersebut. Saat putri Datu Samawa tiba di pelabuhan, saat itu pula, Daeng Ujung Pandang baru saja menaiki sampannya. Atas kekuasaan Allah, Daeng Ujung Pandang yang tua renta tersebut berubah menjadi pemuda yang tampan tiada taranya ketika telah menginjakkan kakinya di atas sampan. Melihat hal tersebut, putri Datu Samawa menangis, menyesali keputusan yang diambil ayahnya serta menangisi betapa tersiksa rasanya ditinggal seseorang yang baru ia cintai, Daeng Ujung Pandang. Sambil menangis, putri berlari menyusul sampan Daeng Ujung Pandang hingga tengah laut tanpa menyadari ia mulai tenggelam. Hal ini menyebabkan Tuan Putri Datu Samawa meninggal di tengah laut sambil menangis. Akhirnya, hingga kini tanjung tempat dimana putri dan Daeng Ujung Pandang berpisah tersebut dinamakan Tanjung Menangis untuk mengenang kisah tragis antara kedua insan  tersebut.



Analisis Aspek-Aspek Pendidikan (Religi, Etika, dan Moral) dalam
Cerita Rakyat Tanjung Menangis

a.        Aspek Religi
Dari cerita rakyat asal Sumbawa yang berjudul Tanjung Menangis, kita dapat memperoleh aspek religi di dalamnya. Seperti terlihat ketika Daeng Ujung Pandang mencoba mengobati Putri Datu Samawa, ia dengan rendah hati, meminta pertolongan Allah Ta’ala, agar melalui tangan serta pengetahuan yang ia miliki Putri Datu Samawa dapat sembuh seperti sedia kala. Kesembuhan tuan putri, bukanlah karena kesaktian Datu Ujung Pandang. Namun, karena kuasa Allah Ta’ala, atas ijin-Nyalah tuan putri dapat sembuh dari penyakit aneh tersebut.
Hal ini mengajarkan kita bahwa, kita bukanlah apa-apa, kita adalah makhluk-Nya, makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi, dalam mengerjakan apapun hendaklah kita mengingat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya dengan ijin-Nyalah segala sesuatu di alam semesta ini dapat terjadi.

b.        Aspek Moral
Ada banyak aspek moral yang dapat kita peroleh dari cerita rakyat asal Sumbawa yang berjudul Tanjung Menangis.
·         Jadilah pribadi yang dapat dipercaya, karena kepercayaan sangat mahal harganya. Sekali saja menyianyiakan kepercayaan, maka seluruh kepercayaan seseorang terhadap kita akan meluntur. Seperti terlihat dalam kisah Tanjung Menangis, ketika Datu Samawa mengingkari janjinya untuk menikahkan putrinya dengan Daeng Ujung Pandang, padahal Datu telah berjanji bahwa barang siapa yang mampu menyembuhkan tuan putri maka baginya akan diberikan hadiah. Apabila dia perempuan maka akan dijadikan sebagai anak angkat. Namun, apabila laki-laki, maka akan dijadikan menantu dan dinikahkan dengan tuan putri. Akan tetapi, janji tersebut hanyalah janji. Datu Samawa mengingkari janjinya. Hal ini mengakibatkan, lunturnya kepercayaan Daeng Ujung Pandang terhadap Datu Samawa selama-lamanya.
·         Janganlah menilai orang hanya dari kondisi fisiknya semata, karena kondisi fisik bukanlah segalanya, yang terpenting adalah bagaimana kepribadiannya. Seindah-indahnya kondisi fisik seseorang, tak menjamin keindahan kepribadiannya. Begitupun sebaliknya, banyak orang dengan fisik yang pas-pasan, namun memiliki kepribadian yang memukau. Contohnya Daeng Ujung Pandang dalam kisah Tanjung Menangis, ia adalah seorang tua renta dengan kepribadian yang memukau, ia religius, pintar, dan tangguh. Namun, hanya karena kondisi fisiknya, Datu Samawa tak mau menepati janjinya untuk menikahkan putrinya dengan Daeng selaku satu-satunya orang yang mampu mengobati tuan putri.
·         Janganlah gegabah dalam mengambil keputusan. Apabila kita berada dalam kondisi yang mengharuskan kita untuk memilih, maka pertimbangkanlah matang-matang dari berbagai sudut pandang, jangan hanya mementingkan keuntungan bagi diri sendiri saja, tapi juga kepentingan orang banyak yang mungkin akan remuk hatinya bila kita salah memilih. Seperti terlihat dalam kisah Tanjung Menangis, ketika Datu Samawa dengan gegabah ingin membatalkan hadiah untuk menikahkan putrinya dengan Daeng Ujung Pandang. Datu Samawa hanya mementingkan kepentingan pribadinya, tanpa memikirkan betapa kecewanya Daeng Ujung Pandang dan Tuan Putri akibat keputusan yang diambil Datu Samawa.

c.         Aspek Etika
Dari cerita rakyat asal Sumbawa yang berjudul Tanjung Menangis, kita dapat memetik hikmah bahwa ada nilai etika yang akan fatal akibatnya bila seseorang melanggarnya, baik itu dari kalangan bangsawan maupun kalangan biasa. Seperti terlihat, ketika Datu Samawa tidak mau menepati janjinya untuk menikahkan putrinya dengan Daeng Ujung Pandang selaku satu-satunya orang yang mampu mengobati tuan putri, dengan kekuasaan Allah Ta’ala. Hal ini mengakibatkan, kekecewaan yang mendalam bagi Daeng Ujung Pandang. Ia telah bersusah payah datang dari negeri yang jauh, negeri Ujung Pandang, demi kesembuhan tuan putri.
Namun, ketika ia menagih janji dari Datu Samawa, yang ia dapatkan hanyalah kebohongan. Datu Samawa tak rela menikahkan putrinya dengan Daeng Ujung Pandang, hanya karena persoalan fisik semata. Sehingga, membuat hilangnya kepercayaan Daeng Ujung Pandang terhadap Datu Samawa. Orang seperti Datu Samawa ini, akan dicap pembohong seumur hidupnya. Kebohongan seperti yang dilakukan Datu Samawa sangat tidak etis, mengingat beliau adalah penguasa di negeri Samawa yang dijadikan sebagai panutan oleh rakyat-rakyatnya. Jadi, janganlah sekalipun menyianyiakan kepercayaan, karena hal ini akan berdampak hingga jangka panjang, selamanya kita akan dicap sebagai orang yang tidak dapat dipercaya.
 

1 komentar:

Ray Sastri mengatakan...

fotonya dapat darimana nih? bening bgt.

Posting Komentar