Rabu, 15 September 2021

ANALISIS PUISI TEMA KEHIDUPAN SOSIAL


1.    Puisi Gadis Peminta-minta

 

GADIS PEMINTA-MINTA
Karya : Toto Sudarto Bachtiar

Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemanjaan riang

Duniamu yang lebih tinggi dari menara Katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu tak ada yang punya
dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda.

 

Analisis puisi Gadis Peminta-minta :

Puisi Gadis peminta-minta terdiri atas empat bait dan enam belas larik/baris.

*     Pada bait pertama digambarkan bahwa si penyair merasa kasihan/ iba kepada pengemis. Hal tersebut dapat dilihat pada larik yang berbunyi “senyummu terlalu kekal untuk kenal duka”. Pada larik tersebut  dikatakan bahwa senyum si pengemis yang tidak pantas mengenal duka artinya si pengemis tidak seharusnya menderita.

     Selanjutnya pada larik yang berbunyi “tengadah padaku, pada bulan merah jambu”. Larik tersebut menggambarkan si pengemis yang meminta (sedekah) kepada orang-orang yang mampu (kaya) dengan harapan untuk diberi sedekah. Karena berdasarkan hasil analisis saya kata-kata bulan merah jambu diisyaratkan sebagai orang yang mampu,  yang mempunyai perasaan seperti yang telah kita ketahui bahwa pink/ merah jambu merupakan warna yang menggambarkan kelembutan.

     Sedangkan pada larik terakhir pada bait pertama “Tapi kota ku jadi hilang, tanpa jiwa”. Menggambarkan bahwa kota/ tempat tinggal penyair/ dunia akan terasa hilang/ tak ada artinya tanpa jiwa. Jiwa berarti si pengemis.

*     Pada bait kedua tersirat makna bahwa si penyair ingin merasakan bagaimana kehidupan si pengemis yang tinggal di bawah jembatan, yang hidup berangan-angan, yang gembira dari kepalsuan (si pengemis bisa merasa gembira padahal hidupnya tak menentu).

*     Bait ketiga menggambarkan rasa bangga si penyair kepada si pengemis. Hal tersebut terliahat pada larik yang berbunyi “Duniamu lebih tinggi dari menara katedral”

Seperti yang telah kita ketahui menara katedral merupakan menara sebuah gereja , yaitu gereja katedral. Dan tentunya menara tersebut tinggi. Dalam hal ini dapat dikaitkan dengan kehidupan si pengemis, misal dalam hal berbagi kepada sesama, rasa kebersamaan yang tinggi, kesabaran dan ketabahan dalam menjalani kehidupan. Hal- hal tersebut dapat dibandingkan dengan kehidupan orang-orang yang mampu, apakah iya orang-orang yang mempunyai kelebihan dalam materi semunya bisa bersifat demikian??. Dilanjutkan dengan larik-larik berikutnya yang menggambarkan kehidupan pengemis yang tentunya sangat jauh dengan kehipuan kita sebagai orang yang mempunyai kelebihan materi. Namun, walupun demikian si pengemis tetap sabar dan tabah dengan semua itu.

Dua larik terakhir pada bait ketiga menggambarkan ketidaktegaan si penyair melihat kehidupan tersebut seperti yang digambarkan di atas sehingga penyair merasa bahwa si pengemis tak bisa ikut menanggung kesedihan si penyair.

*     Pada bait terakhir menggambarkan imajinasi penyair bahwa jika si pengemis tak ada di dunia ini maka di mana tempat kita bercermin ? Artinya dengan adanya mereka kita akan menyadari bahwa masih ada orang lain di bawah kita yang tak mampu hidupnya. Jadi kita dapat bersyukur dengan anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita.

*     Amanat yang disampaikan oleh penyair yang dapat saya tangkap adalah bahwa kita sebagai umat manusia harus saling tolong-menolong, perhatikan mereka; orang yang tak berkecukupan dalam hidupnya. Karena dengan adanya mereka seperti yang tersirat dalam bait terakhir bahwa dengan adanya/ hadirnya mereka kita dapat lebih menghargai hidup. Bahasa sederhananya “masih ada orang di bawah kita”.

 

2. Puisi Perempuan-Perempuan Perkasa

 PEREMPUAN-PEREMPUAN PERKASA

Karya : Hartoyo Andangjaya

Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, dari manakah mereka
ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa
sebelum peluit kereta pagi terjaga
sebelum hari bermula dalam pesta kerja

Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta, kemanakah mereka
di atas roda-roda baja mereka berkendara
mereka berlomba dengan surya menuju gerbang kota
merebut hidup di pasar-pasar kota

Perempuan-perempuan perkasa yang membawa bakul di pagi buta, siapakah mereka
mereka ialah ibu-ibu berhati baja, perempuan-perempuan perkasa
akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota
mereka : cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa

Analisis puisi Perempuan-perempuan Perkasa:

Puisi Perempuan-perempuan Perkasa terdiri atas tiga bait. Bahasa yang digunakan cukup sederhana suhingga mudah dipahami.

*     Bait pertama menggambarakan kehidupan para ibu-ibu desa/ pekerja. Seperti yang tersirat pada larik-larik tersebut yang mengatakan bahwa para perempuan pekerja yang pergi mencari nafkah di pagi-pagi buta.

*     Bait kedua pun sama namun lebih ditekankan bagaimana sang perempuan-perempuan tersebut berlomba dengan sang surya, merebut hidup di kota à artinya perjuangan sang perempuan pekerja yang mempunyai banyak saingan baik dari teman-temannya sendiri maupun dari orang lain.

*     Bait ketiga menggambarkan kebanggan si penyair kepada perempuan-perempuan pekerja. Terlihat pada larik yang berbunyi “mereka ialah ibu-ibu berhati baja, perempuan-perempuan perkasa”. Dari larik tersebut menggambarkan bagaimana kekuatan sang perempuan-perempuan dalam mengarungi hidupnya; hidup keluarganya; perempuan tersebut mampu menjadi tulang punggung keluraga.

*     Amanat yang disampaikan dalam puisi tersebut adalah kita harus menghargai perempuan. Hal tersebut dapat dilihat dari setiap larik-larik pada bait puisi tersebut. Dimana dalam perjuangan hidupnya, perempuan-perempuan tersebut tidak mengenal waktu seperti yang tersirat dalam larik “sebelum peluit kereta pagi terjaga” dan larik-larik lainnya. Selain itu keseluruhan puisi tersebut menggambarkan : perempuan-perempuan perkasa itu adalah perempuan-perempuan  yang berasal dari rakyat jelata , perempuan teladan, mereka berjuang mencari nafkah tanpa mengenal lelah, mereka menjadi tumpuan hidup penduduk desa perbukitan, bahkan sampai ke kota-kota sekitarnya.

 

3. Puisi Orang-Orang Miskin

Orang-orang Miskin

Karya: W.S Rendra

Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.

Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.

Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.

Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.

Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.

Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.

Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.

Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.

Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.

Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,

bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim

 

Analisis puisi Orang-orang Miskin :

Puisi tersebut terdiri atas delapan bait. Bahasa yng digunakan/ pilihan katanya terkadang sulit untuk dipahami namun jika kita bisa menghubungkannkya dengan makna leksikal dan gramatikal/ konotasinya maka kita akan dapat memahaminya.

*     Bait pertama menggambarkan kehidupan orang-orang miskin. Hal tersebut sudah jelas dalam setiap larik yang ada pada bait tersebut. Pada larik terakhir penyair menekankan kepada pembaca atau pendengar bahwa kita tidak boleh meninggalkan mereka.

Berikut saya mencoba menganalisis larik demi larik pada puisi tersebut:

Orang-orang miskin di jalan à terdapat orang-orang miskin di jalan

yang tinggal di dalam selokan à dapat diartikan sebagai tempat tinggal orang-orang miskin yang tinggal di kolong jembatan.

yang kalah dalam pergulatan à orang-orang miskinlah yang selalu kalah dalam pergulatan yang ada; hal ini menandakan orang yang ekonominya lebih tinggi akan lebih unggul dari orang-orang yang ekonominya lemah.

yang diledek oleh impian à menggambarkan bahwa orang-orang miskin hanya bisa bermimpi dan tidak akan bisa mencapai impiannya. Misal dalam hal keberuntungan mereka jarang sekali mendapatkan keberuntungan berbeda dengan orang yang berada di atas mereka tentunya lebih sering mendpatkan keberuntungan.

*     Bait kedua menggambarkan hal yang sama yaitu bagaimana kehidupan orang-orang miskin. Berikut adalah hasil analisis dari setiap larik yang ada;

Angin membawa baju mereka à makna yang tersirat yaitu menyatakan bahwa orang miskin itu banyak jumlahnya; dapat dianalogikan dengan angin yang membawa bau baju. Seperti kita ketahui angin itu ada di mana-mana dan jika ia membawa sesuatu tentunya kita akan merasakannya.

Rambut mereka melekat di bulan purnama à larik ini tentunya berhubungan dengan larik sebelumnya. Jadi karena orang miskin itu banyak, penyair menggambarkan mereka sampai pada bulan/ langit yang dianalogikan sebagai rambut yang dapat melekat di bulan purnama.

Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala, mengandung buah jalan raya à berdasarkan hasil analisis, saya mengatakan bahwa orang miskin yang mengandung anak-anaknya yang nantinya juga akan menjadi orang miskin juga yang tinggal di jalan-jalan sama seperti sang  ibu yang mengandungya. Sehingga orang miskin semakin banyak populasinya.

*     Bait ketiga pun sama dengan bait pertama dan kedua. Berikut analisis larik per larik:

Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa à seperti yang terlihat dalam realita banyak orang miskin yang memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melakukan dosa. Dalam puisi tersebut dosa tersebut diisyaratkan dengan perempuanyang menjual dirinya dalam  hal ini lebih jelasnya tersirat pada larik kedua pada bait ketiga.

Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya à sepeti yang sudah disinggung pada larik pertama tadi yang menyatakan perbuatan dosa yang dilakukan oleh orang miskin yang menjual dirinya tentunya akan membuahkan bayi gelap dalam batiny yang dianalogikan sebagi dosa dan kata-kata rumput dan lumut jalan raya mengisyaratkan tempat mereka hidup/ mangkal.

Pada larik terakhir penyair menekankan agar kita tidak mengabaikan mereka, karena kita sama-sama manusia.

*     Bait keempat menggambarkan balasan/ akibat jika kita tidak memperdulikan mereka/ orang miskin.

     Bila kamu remehkan mereka,

     di jalan kamu akan diburu bayangan à menggambarkan bahwa kita akan diburu oleh dosa.

     Tidurmu akan penuh igauan dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka à menggambarkan bahwa kita tidak akan tenang karena merasa bersalah kepada orang miskin.

*     Bait kelima meggambarkan kehidupan si miskin dan si kaya. Terlihat jelas pada setiap larik yang ada. Misal pada larik “jangan bilang dirimu kaya bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya”

     Pada larik “lambang negara ini mestinya trompah dan balcu à artinya karena negara kita masih terdapat orang miskin/ meningkatnya kemiskinan maka trompah dalah lamabang yang teppat karena seperti yan telah kita ketahui terompah merupakan alas kaki yang terbuat dari kayu, dan alas kaki tentunya selalu berada di bawah artinya negara kita seakan-akan berada di bawah garis negara-negara berkembang lainnya. Sedangkan belacu menggambarkan kelemahan, karena blacu merupakan sebuah kain. Seperti kita ketahui kain itu lembek, tak bisa kaku; jika dianalogikan dengan negara kita maka negara kita tidak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan dari negara lain jadi masih lemah. Sehingga berdampak pada kehidupan penduduknya; meningkatnya kemiskinan.

*     Bait keenam menggambarkan kehidupan orang miskin lagi yang diakhiri dengan pesan agar kita tidak boleh membiarkan mereka; harus peduli.

*     Bait ketujuh menyatakan bahwa kemiskinan itu benar-benar selalu menghantui kita, malah dapat dikatakan merajalela.

*     Begitu pula bait kedelapan yang menggambarkan kemiskinan itu sudah ada sejak zaman dahulu sampai sekarang. Namun walupun demikian kita harus tetap berbelas kasih kepada mereka karena kita adalah manusia ciptaan Tuhan yang sama. Hal ini tersirat pada larik terakhir yaitu “orang-orang miskin juga bersal dari kemah Ibrahim”.

 

4. Sajak Burung-Burung Kondor

Sajak Burung-Burung Kondor

Karya: W.S. Rendra

Angin gunung turun merembes ke hutan,
lalu bertiup di atas permukaan kali yang luas,
dan akhirnya berumah di daun-daun tembakau.
Kemudian hatinya pilu
melihat jejak-jejak sedih para petani – buruh
yang terpacak di atas tanah gembur
namun tidak memberi kemakmuran bagi penduduknya.

Para tani – buruh bekerja,
berumah di gubug-gubug tanpa jendela,
menanam bibit di tanah yang subur,
memanen hasil yang berlimpah dan makmur
namun hidup mereka sendiri sengsara.

Mereka memanen untuk tuan tanah
yang mempunyai istana indah.


Keringat mereka menjadi emas
yang diambil oleh cukong-cukong pabrik cerutu di Eropa.
Dan bila mereka menuntut perataan pendapatan,
para ahli ekonomi membetulkan letak dasi,
dan menjawab dengan mengirim kondom.

Penderitaan mengalir
dari parit-parit wajah rakyatku.
Dari pagi sampai sore,
rakyat negeriku bergerak dengan lunglai,
menggapai-gapai,
menoleh ke kiri, menoleh ke kanan,
di dalam usaha tak menentu.
Di hari senja mereka menjadi onggokan sampah,
dan di malam hari mereka terpelanting ke lantai,
dan sukmanya berubah menjadi burung kondor.

Beribu-ribu burung kondor,
berjuta-juta burung kondor,
bergerak menuju ke gunung tinggi,
dan disana mendapat hiburan dari sepi.
Karena hanya sepi
mampu menghisap dendam dan sakit hati.

Burung-burung kondor menjerit.
Di dalam marah menjerit,
bergema di tempat-tempat yang sepi.

Burung-burung kondor menjerit
di batu-batu gunung menjerit
bergema di tempat-tempat yang sepi

Berjuta-juta burung kondor mencakar batu-batu,
mematuki batu-batu, mematuki udara,
dan di kota orang-orang bersiap menembaknya.


Analisis puisi Sajak Burung-Burung Kondor :

Puisi tersebut terdiri atas delapan bait. Diksi/ pilihan katanya ada yang  mudah dipahami dan ada yang sulit diterka-terka apa maknanya.

*     Bait pertama menggambarkan bagaimana para pekerja/ buruh yang telah menguras tenaganya untuk banting tulang namun hasil yang ia dapatkan tak dapat memberikan kemakmuran baginya. Hal tersebut semakin diperjelas pada larik terakhir bait tersebut.

*     Bait kedua pun masih mengisahkan kehidupan para pekerja/ buruh yang tetap sengsara dengan hasil panen mereka yang berlimpah. Hal tersebut terlihat bertolak belakang, padahal seharusnya mereka mendapatkan hidup yang makmur bukan sengsara.

*     Bait ketiga menggambarkan bahwa yang membuat mereka; pekerja/ buruh sengsara adalah karena mereka memanen untuk tuan tanah, jadi bukan untuk dirinya sendiri. Hal tersebut jelas terlihat pada setiap larik pada bait tersebut.

*     Bait keempat menggambarkan bagaimana penderitaan rakyat; pekerja/ buruh yang diakibatkan oleh para tuan tanah; orang yang mempekerjakannya. Seperti yang terlihat pada larik kedelapan sampai terakhir dalam bait tersebut;

“Di hari senja mereka menjadi onggokan sampah”à artinya tak akan ada yang mempedulikan mereka lagi ketika mereka sudah tidak berguna (dilukiskan dengan kata-kata ‘di hari senja’).

*     Bait kelima menggambarkan kehidupan rakyat; pekerja/ buruh yang dianalogikan sebagai burung-burung kondor. Pada realitanya burung-burung kondor sering diburu oleh para manusia. Jika dihubungkan dengan puisi tersebut maka akan didapatkan bahwa ‘burung kondor = rakyat; pekerja/ buruh’ dan ‘manusia pemburu = para cukong-cukong negara; tuan tanah’.

*     Bait keenam mengisahkan tentang rakyat; pekerja/ buruh yang meluapkan perasaannya; marah. Namun luapan perasaan itu hanya bergema di tempat sepi maksudnya tidak di dengar oleh para cukong/ tuan tanah.

*     Bait ketujuh sama dengan bait keenam.

*     Bait kedelapan/ terakhir menceritakan tentang rakyat; pekerja/ buruh yang bekerja keras membanting tukang namun hanya untuk para cukong/ tuan tanah/ para pembesar. Dalam puisi tersebut digambarkan dengan ‘Berjuta-juta burung kondor mencakar batu-batu’ dan seterusnya. ‘batu = benda keras ; pekerjaan rakyat yang keras; menguras tenaga.


5. Puisi Rakyat

Rakyat
Karya : Hartoyo Andangjaya

Rakyat ialah kita
jutaaan tangan yang mengayun dalam kerja
di bumi di tanah tercinta
jutaan tangan mengayun bersama
membuka hutan-hutan lalang jadi ladang-ladang berbunga
mengepulkan asap dari cerobong pabrik-pabrik di kota
menaikkan layar menebar jala
meraba kelam di tambang logam dan batubara
Rakyat ialah tangan yang bekerja

Rakyat ialah kita
otak yang menapak sepanjang jemaring angka-angka
yang selalu berkata dua adalah dua

yang bergerak di simpang siur garis niaga

Rakyat ialah otak yang menulis angka-angka
Rakyat ialah kita
beragam suara di langit tanah tercinta
suara bangsi di rumah berjenjang bertangga
suara kecapi di pegunungan jelita
suara bonang mengambang di pendapa
suara kecak di muka pura
suara tifa di hutan kebun pala
Rakyat ialah suara beraneka

Rakyat ialah kita
puisi kaya makna di wajah semesta
di darat
hari yang beringat
gunung batu berwarna coklat
di laut
angin yang menyapu kabut
awan menyimpan topan
Rakyat ialah puisi di wajah semesta

Rakyat ialah kita
darah di tubuh bangsa
debar sepanjang mas


Analisis puisi Rakyat :

Puisi tersebut terdiri atas lima bait. Pilihan kata/ diksi yang digunakan oleh oenyair dapat dipahami dengan mudah.

          Puisi tersebut menceritakan tentang kehidupan rakyat yaitu siapakah rakyat itu Bagaimana kehidupan rakyat ? Apa yang dilakukan oleh rakyat ? Hal tersebut jelas digambarkan penyair dalam setiap larik pada bait-bait yang ada. Diksi/ pilihan kata yang digunakan oleh penyair mudah dipahami; sederhana. Dalam setiap larik puisi menggambarkan pekerjaan yang dilakukan oleh rakyat seperti pada larik-larik yang diambil secara acak berikut:

mengepulkan asap dari cerobong-cerobong pabrik di kota à   rakyat yang bekerja di pabrik.

Menaikkan layar menebar jala à rakyat yang pekerjaannya sebagai nelayan.

meraba kelam di tambang logam dan batu bara à rakyat yang bekerja di pertambangan; buruh tambang.

yang bergerak di simpang siur garis niaga à rakyat yang berdagang.

          Secara keseluruhan puisi tersebut mengisahkan rakyat itu adalah penguasa yang ada di muka bumi ini. Hal tersebut jelas terpatri pada larik yang berbunyi “darah di tubuh bangsa’ debar sepenjang masa”.

          Amanat yang disampaikan yaitu kekuasaan berada di tangan rakyat. Sehingga kita akan dapat mengetahui rakyat itu adalah seperti yang digambarkan penyair pada setiap larik puisinya.

 

Amanat yang terkandung dalam puisi yang bertemakan sosial

     Kelima puisi yang dianalisis tersebut di atas memiliki tema yang sama yaitu sosial. Namun setiap puisi tentunya memiliki perbedaan dalam penyampaian makna. Hal tersebut sesuai dengan otoritas penyair/ pengarang, sehingga menimbulkan sub tema-sub tema tertentu. Akan tetapi karena kelima puisi tersebut berada dibawah naungan tema sosial maka dapat kita tarik suatu hal yang sebenarnya ingin diungkapkan oleh para penyair. Puisi yang bertemakan sosial selalu menyampaikan hal-hal yang tentunya berhubungan dengan kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat lapis sosial; kaya-miskin. Sehingga tidak heran sering terjadinya perselisihan antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya.

     Kelima puisi tersebut di atas menggambarkan kehidupan masyarakat yang dilatarbelakangi oleh perbedaan ekonomi; kaya-miskin. Para penyair berusaha untuk menyadarkan kita agar kita bisa saling menghargai, tolong-menolong, dan peduli terhadap sesama. Walaupun kita berbeda namun kita tetap merupakan manusia yang sama di hadapan Tuhan.


0 komentar:

Posting Komentar